Senin, 08 Februari 2016
Renungan Kisah pramugari dan seorang kakek
Saya adalah seorang
pramugari biasa dari china Airline. Karena bergabung dengan perusahaan
penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak mempunyai pengalaman yang
mengesankan, setiap harinya hanya melayani penumpang dan melakukan
pekerjaan yang monoton.
Pada tanggal 17 juni
yang lalu saya menjumpai suatu pengalaman yang membuat perubahan
pandangan saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya. Hari ini jadwal
perjalanan kami adalah dari shanghai menuju peking, penumpang sangat
penuh pada hari ini.
Diantara penumpang saya melihat seorang kakek dari desa, merangkul
sebuah karung tua, dan terlihat jelas sekali gaya desanya. Pada saat itu
saya yang berdiri dipintu pesawat menyambut penumpang. Kesan pertama
dari pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah maju, seorang dari
desa sudah mempunyai uang untuk naik pesawat.
Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minum, ketika
melewati baris 20, saya melihat kembali kakek tua tersebut, dia duduk
dengan tegak dan kaku ditempat duduknya dengan memangku karung tua
bagaikan patung.
Kami menanyakan mau minum apa, dengan terkejut dia melambaikan tangan
menolak, kami hendak membantunya meletakkan karung tua di atas bagasi
tempat duduk juga ditolak olehnya, lalu kami membiarkan duduk dengan
tenang, menjelang pembagian makanan kami melihat dia duduk dengan tegang
ditempat duduknya, kami menawarkan makanan juga ditolak olehnya.
Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah dia
sakit, dengan suara kecil dia menjawab bahwa dia hendak ketoilet tetapi
dia takut apakah dipesawat boleh bergerak sembarang, takut merusak
barang didalam pesawat.
Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya dan
menyuruh seorang pramugara mengantar dia ketoilet, pada saat menyajikan
minum yang ke dua kali, kami melihat dia melirik kepenumpang sebelahnya
dan menelan ludah, dengan tidak menanyakannya kami meletakkan segelas
minuman teh dimeja dia.
Ternyata gerakan kami mengejutkannya, dengan terkejut dia mengatakan
tidak usah, tidak usah, kami mengatakan engkau sudah haus minumlah, pada
saat ini dengan spontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam
yang disodorkan kepada kami, kami menjelaskan kepadanya minumannya
gratis, dia tidak percaya, katanya saat dia dalam perjalanan menuju
bandara, merasa haus dan meminta air kepada penjual makanan dipinggir
jalan dia tidak diladeni malah diusir.
Pada saat itu kami mengetahui demi menghemat biaya perjalanan dari desa
dia berjalan kaki sampai mendekati bandara baru naik mobil, karena uang
yang dibawa sangat sedikit, hanya dapat meminta minuman kepada penjual
makanan dipinggir jalan itupun kebanyakan ditolak dan dianggap sebagai
pengemis.
Saat kami membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenang
meminum secangkir teh, kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya.
Dia menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik,
putra sulung sudah bekerja dikota dan yang bungsu sedang kuliah
ditingkat 3 di Peking. Anak sulung yang bekerja dikota menjemput kedua
orangtuanya untuk tinggal bersama dikota tetapi kedua orang tua tersebut
tidak biasa tinggal dikota akhirnya pindah kembali ke desa, sekali ini
orangtua tersebut hendak menjenguk putra bungsunya di Peking.
Anak sulungnya tidak tega orangtua tersebut naik mobil megitu jauh,
sehingga membeli tiket pesawat dan menawarkan menemani bapaknya bersama –
sama ke Peking, tetapi ditolak olehnya karena dianggap terlalu boros
dan tiket pesawat sangat mahal dia bersikeras dapat pergi sendiri.
Akhirnya dengan terpaksa disetujui dengan anaknya.
Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai oleh anak
bungsunya, ketika melewati pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruh
menitipkan karung tersebut ditempat bagasi tetapi dia bersikeras membawa
sendiri, katanya jika ditaruh ditempat bagasi ubi tersebut akan hancur
dan anaknya tidak suka makan ubi yang sudah hancur, akhirnya kami
membujuknya meletakkan karung tersebut diatas bagasi tempat duduk,
akhirnya dia bersedia dengan hati – hati dia meletakkan karung tersebut.
Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, dia selalu
membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus, tetapi dia tetap tidak
mau makan, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudah sangat lapar,
saat pesawat hendak mendarat dengan suara kecil dia menanyakan saya
apakah ada kantongan kecil ? dan meminta saya meletakkan makanannya
dikantong tersebut. Dia mengatakan bahwa dia belum pernah melihat
makanan yang begitu enak, dia ingin membawa makanan tersebut untuk
anaknya, kami semua sangat kaget.
Menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa dimata
seorang desa menjadi begitu berharga. Dengan menahan lapar disisihkan
makanan tersebut demi anaknya, dengan terharu kami mengumpulkan makanan
yang masih tersisa yang belum kami bagikan kepada penumpang ditaruh
didalam suatu kantongan yang akan kami berikan kepada kakek tersebut,
tetapi diluar dugaan dia menolak pemberian kami, dia hanya menghendaki
bagian dia yang belum dimakan tidak menghendaki yang bukan miliknya
sendiri, perbuatan yang tulus tersebut benar – benar membuat saya
terharu dan menjadi pelajaran berharga bagi saya.
Sebenarnya kami menganggap semua hal sudah berlalu, tetapi siapa menduga
pada saat semua penumpang sudah turun dari pesawat, dia yang terakhir
berada di pesawat. Kami membantunya keluar dari pintu pesawat, sebelum
keluar dia melakukan sesuatu hal yang sangat tidak bisa saya lupakan
seumur hidup saya, yaitu dia berlutut menyembah kami, mengucap terima
kasih bertubi – tubi, dia mengatakan bahwa kami semua adalah orang yang
paling baik yang dijumpai, kami didesa hanya makan sehari sekali dan
tidak pernah meminum air yang begitu manis dan makanan yang begitu enak.
Hari ini kalian tidak memandang hina terhadap saya dan meladeni saya
dengan sangat baik, saya tidak tau bagaimana mengucap terima kasih
kepada kalian.
Semoga tuhan membalas kebaikan kalian, dengan menyembah dan menangis dia
mengucapkan perkataannya. Kami semua dengan terharu memapahnya dan
menyuruh seorang anggota yang bekerja dilapangan membantunya keluar dari
lapangan terbang.
Selama 5 tahun bekerja sebagai pramugari, beragam – beragam penumpang
saya sudah jumpai, yang banyak tingkah, yang cerewet dan lain – lain,
tetapi belum pernah menjumpai orang yang menyembah kami, kami hanya
menjalankan tugas kami dengan rutin dan tidak ada keistimewaan yang kami
berikan, hanya menyajikan minuman dan makanan, tetapi kakek tua yang
berumur 70 tahun tersebut sampai menyembah kami mengucapkan terima
kasih, sambil merangkul karung tua yang berisi ubi kering dan menahan
lapar menyisihkan makanannya untuk anak tercinta, dan tidak bersedia
menerima makanan yang bukan bagiannya, perbuatan tersebut membuat saya
sangat terharu dan menjadi pengalaman yang sangat berharga buat saya.
Janganlah kalian memandang orang dari penampilan luar, tetapi harus
tetap menghargai setiap orang dan mensyukuri apa yang kita dapat.
Read More »
Wanita parubaya yang miskin tapi tetap bersedekah
Seorang wanita parubaya yang dimana keseharianya mencari sayur liar
yang tumbuh di sekitaran rumah orang. setelah terkumpul, beliau menjualnya
dan hasil penjualanya dia masuk kan ke kotak amal. (kejadian ini
terjadi di daerah pujon malang)
beliau bahkan lebih miskin daripada pengemis namun bukan berarti tidak
bisa bersedekah. hanya perlu makan dan selebihnya disumbangkan.
dalam benak saya jika beliau dapat melakukan hal itu (sedekah) dengan kondisinya yang seperti itu. bagaimana dengan saya yang alhamdulillah kebutuhan saya dapat terpenuhi tiap harinya.
dalam benak saya jika beliau dapat melakukan hal itu (sedekah) dengan kondisinya yang seperti itu. bagaimana dengan saya yang alhamdulillah kebutuhan saya dapat terpenuhi tiap harinya.
saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari beliau
bahwa keadaan tak akan menghalangimu untuk beramal,
jadi semiskin apapun kita, kita jangan lupa untuk berbagi(sedekah)
karna kelak bukan harta yang akan di bawah mati melaingkan amal ibadah
kita
semoga terinspirasih
semoga terinspirasih
Read More »
Langganan:
Postingan (Atom)